Akhir Penantianku

 Akhir Penantianku

Rasa ini tak pernah aku sadari kapan ada dan kapan berakhir. Semua berjalan seperti air yang mengalir, seperti daun yang terbawa angin lalu. Namun, aku juga telah banyak belajar arti ketulusan, kesederhanaan dan juga penantian yang membuatku merasa berarti tuk jalani hidup ini. Dan di sisi lain semua itu membuatku mengerti dalam hidup bukan masalah apa yang kita punya, tapi bagaimana kita mau mensyukuri apa yang kita miliki.

Namun, sekarang aku semakin mengerti saat hidup mengajariku tentang rasa indah yang disebut cinta. Mungkin semua orang yang mengenalku akan tertawa mendengar aku mulai memahami cinta. Aku tak peduli, karena memang hakikatnya semua orang juga menginginkannya. Terima kasih padamu. Seseorang yang pertama kali mengajariku tentang itu semua. Tentang kebahagiaan cinta, dan juga kepedihan yang mengiringinya. Semua laku dan kata-katamu selalu bisa aku rekam dalam memori otakku. Tanpa ada sedikit pun aku biarkan terlewatkan. Karena aku menikmati semua kisah ini bersamamu. Bukan kemewahan yang menarikku tuk ingin selalu bersamamu.

Tapi semua keindahan laku dan budimu yang membuatku tak mampu melepaskan semua jerat pesonamu. Kebaikanmu sudah terlihat saat kita pertama kali bertemu. Saat MOS (Masa Orientasi Siswa), kamu berjalan mendekatiku. Melihatku yang tengah pucat pasi mencari papan namaku yang telah raib entah kemana. Ketakutan pertama saat ku menginjakkan SMA aku yang baru. Semua Kakak kelas menatapku begitu semangat menjadikanku target utama keisengan mereka. 

Saat itu kamu bagaikan bidadari lucu dengan rambut panjang yang terikat di kedua sisi kepalamu. Sepatu kets dengan tali berwarna-warni dipadu dengan kaos kaki panjang. Papan nama yang buatku iri tertulis indah, “Kelinci Kecil Gea” melekat di tubuhmu. Dan mataku berbinar bahagia saat kamu sodorkan papan nama yang masih kosong ke arahku. Belum sempat aku membuka mulut tuk ucapkan terima kasih, kamu begitu saja beranjak pergi. Berlari kecil ke arah teman-teman barumu. Mulai saat itu hatiku dengan yakin ingin menjadi temanmu, mengagumi keindahanmu, bahkan ingin berbagi senyumku bersamamu. Kamu adalah orang pertama dan juga alasan terbaikku karena memilih SMA ini. Senyum tak berhenti saat itu saja, karena ternyata Tuhan ingin mendekatkanku denganmu. Kita ternyata ditakdirkan untukku bisa satu kelas besamamu.

Namun, saat semua terasa begitu indah bagiku. Kisahmu bersama seseorang yang ternyata Kakak kelas kita mampu membuatku lemah dan menangis. Rasa yang ingin aku ungkapkan padamu tertelan oleh kisah indahmu sendiri. Aku kalah untuk cinta pertamaku. Aku harusnya ikut bahagia tuk senyummu bersama orang lain. Hatiku tak mampu dan merasa aku cowok yang pengecut. Ingin sejenak usir cemburu itu, namun rasaku semakin buatku terluka. Ada rasa sesal karena aku tak mampu ungkapkan perhatianku untukmu. Dan semua menjadi tak berarti karena kini kamu telah bersamanya. Dia semakin membawamu jauh dariku. Tak berikan sedikit pun waktu untukku sebagai sahabatmu. Namun, aku masih tulus memujamu meski hanya sekedar dalam lubuk hatiku. 

Enam bulan telah berlalu, dan aku dengar kisahmu dengannya telah berakhir. Tanpa pikir panjang aku terlonjak kegirangan. Tak peduli Andre teman sekelas kita mengataiku orgil. Hahaha, karena aku memang bahagia, bukan karena hatimu terluka, tapi karena Tuhan masih memberikanku waktu untuk bisa membuktikan ketulusan hatiku untukmu. Pada malam itu, pesta ulang tahun Ratih. Teman sekelas kita yang super jutek itu diadakan di kafe “malibo.” Mataku sejenak terpana melihatmu. Gaun merah marun yang membalut pas tubuh mungilmu. Rambut panjang indahmu yang tergerai indah dihiasi pita kecil. Sejenak ku nikmati sendiri kecantikanmu tanpa peduli kebisingan sekitarku. Aku menunduk saat ku rasakan tatapanmu mengarah ke tempatku berdiri. Bukan aku ingin mengacuhkanmu tapi aku tak seberani itu menatap bola mata indahmu langsung. Aku takut rasa yang sekian lama aku pendam bisa begitu saja kau baca dari tatapanku.

Acara demi acara telah berlangsung. Aku mulai bosan tuk menikmati acara itu. Bukan karena tak meriah, karena memang aku tak begitu suka acara pesta. Aku beranjak dari tempatku sedari tadi berdiri. Langkah kaki membawaku ke taman kafe yang tak banyak orang. Langit malam ini terlihat begitu cerah. Meski bulan tak begitu terang, masih banyak bintang yang ikut andil dalam keindahan malam ini. Ku nikmati keindahan malam meski terdengar suara anak-anak yang terkadang membuatku terganggu.

Samar dari dalam kafe terlantun suara tuts piano. “lagu ini aku persembahkan untuk si jutek Ratih yang sekarang genap berusia 17 tahun, selamat ulang tahun. Dan juga untuk seseorang aku rasakan mulai menjauhiku.” Aku beranjak dari tempat dudukku dengan tergesa saat aku hafal suara indah itu. Dari balik kaca aku melihat dirimu duduk begitu anggun dan jari jemarimu menari-nari di atas tuts piano. Aku terpana, hatiku merasa begitu terluka karena aku ingin sekali memiliki gadis ini. Gadis yang dari dulu aku puja sampai detik ini. Namun aku ternyata tak bisa. 

Suara indahmu masih terus menggema mengikuti langkah kakiku kembali ke tempat teduh tadi. Aku lihat langit dan masih saja bayangmu yang ku lihat di atas sana. Anganku masih tentang dirimu, tentang suara indahmu, dan tentang kisah indah kita dulu meski hanya sekedar sahabatmu. Lamunanku buyar saat ku lihat bayangan seseorang berdiri di belakangku. Ku alihkan pandanganku, dan seketika itu pipiku memerah, mungkin kamu tak kan menyadarinya. Kamu yang tengah aku lamunankan berdiri nyata di dekatku. Jantungku berdetak kencang, hingga kebisingan tawa anak-anak tak meredakan suaranya. Kamu mengambil duduk di sampingku, makin membuatku salah tingkah. Lama kita berdua hanya terdiam. Satu menit, 2 menit.
“suaramu sangat merdu.” Ucapku memecahkan keheningan.
“makasih.” Aku lirik wajahmu yang tengah asyik menikmati keindahan alami yang ditawarkan malam.


Suasana kembali hening. Membuatku semakin merasakan detak jantungku yang mulai tak beraturan. Aku menarik napas panjang, menyisihkan sementara kegugupanku untuk ungkapkan semua rahasia hati yang terlalu lama terpendam di dalam lubuk hatiku. Rasa indah yang sedari dulu ku tata rapi dalam hati. Kamu tersenyum simpul, ada ketenangan dan juga kegembiraan yang menjalar ke seluru tubuhku. Tanganmu terasa lembut dalam genggaman tanganku yang sudah basah karena keringat dingin. Sungguh malam itu menjadi malam yang terindah dalam hidupku. Aku bisa memilikimu. Akhirnya aku bisa mendapatkan perhatianmu. Bersamamu akan ku berikan seluruh ketulusan dan kasih yang selama ini aku janjikan dalam hatiku. Terima kasih, kamu bisa membuka hatimu untukku.

Satu tahun kisah ini ku mencoba menjaganya. Saling mengalah, saling mngerti, dan juga saling memahami. Karena aku yakin kamu pertama dan aku selalu berharap kamu juga akan menjadi terakhir kisah cintaku. Saat-saat indah bersamamu selalu terkenang dalam benakku. Hingga begitu banyak cerita bahagia yang mampu aku tulis dalam buku harianku. Tapi, waktu yang tak ku inginkan terjadi juga. Kamu berdiri di depanku. Membawa semangat kelulusan tuk meraih impianmu sendiri. Tanpa aku ada dalam aturanmu. Kamu berdiri di depanku meminta izin untuk meninggalkan aku sendiri meraih gelar sarjanamu di negeri orang. Apa yang mampu aku lakukan, selain melepaskan genggaman tanganmu dengan senyum dan hati yang terluka. Namun aku yakin, kamu akan kembali menyandingku. Kembali merangkai kembali kisah kita yang tertunda.

Hari demi hari aku lalui dengan harapan kamu akan berdiri lagi di depanku. Bukan untuk meminta izin pergi, tapi meminta izin untuk tetap tinggal. Dua tahun telah berlalu, aku masih setia menunggumu kembali. Selama itu pula aku rasakan ada yang berubah dari lakumu, apa mungkin juga hatimu. Perhatian yang dulu aku dapatkan kini mulai memudar. Kasih yang dulu kamu berikan tak aku rasakan lagi. Apa sekarang aku tak berarti lagi untukmu? Apa sekarang aku tak menjadi bagian terpenting lagi di hidupmu? Dan apa sudah ada cinta lain yang membahagiakanmu di sana. Aku ingin bicara padamu. Tapi, jalan buntu yang aku dapatkan. Kamu seperti menghilang begitu saja. Dua tahun kamu sudah menguji ketulusanku. Dan entah sampai kapan kamu mengujiku. Hingga aku menyerah untuk perjuangkan hatimu lagi, bahkan kamu mungkin juga tak peduli.

Sebelumnya aku minta maaf padamu. Atas janjiku padamu tuk selalu setia menantimu kembali. Atas hatiku untuk selalu untukmu. Karena entah mulai kapan, hatiku mulai goyah. Hatiku mulai tergoda untuk nikmati cinta. Cinta yang selalu berikan kasihnya untukku. Cinta yang menemani penatku untuk menantimu. Aku sudah miliki seseorang yang gantikan posisimu di hatiku. Aku tahu aku salah dan mungkin kamu tak akan memaafkan aku. Aku minta maaf, aku yang ucap janji aku pula yang telah mengingkarinya. Tapi, kenapa baru sekarang kamu kembali hadir dan minta pertanggung jawaban atas janjiku dulu, untuk selalu menantimu.
Kamu hadir begitu saja di hadapanku, buatku tak mampu berucap kata. Impian yang kita rangkai dulu, kembali kamu tawarkan untukku. Namun, saat itu pula ada seseorang yang menyandingku, bukan dirimu. Ratih. Apa kamu ingat dia? cewek yang dulu kita julukin si super jutek? Kamu jangan menertawakan aku, karena si jutek itu yang sekarang mampu menggantikanmu di sisiku. Aku juga tak pernah menyangka, dia yang begitu jutek mampu meluluhkan keteguhan hatiku. Aku sungguh menyayanginya, entah karena alasan apa. Sekali lagi aku ingin minta maaf, dan terima kasih karena kebahagiaan yang dulu pernah aku dapatkan saat di sampingmu. Dan aku yakin ada seseorang yang jauh lebih baik yang akan selalu melindungimu. Maaf.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment